Rabu, 21 November 2012

Take Action, Miracle Happen!


“Bersegeralah beramal sebelum datang berbagai fitnah laksana potongan-potongan malam yang gelap. (Saat itu) di pagi hari seseorang beriman tapi di sore hari dia menjadi kafir. Di sore hari seseorang beriman, tapi di pagi harinya ia kafir. Ia menjual agamanya dengan harta dunia.” (HR Muslim dan Abu Hurairah)
 

Rasulullah saw telah mengingatkan kita agar segera dan cepat-cepat melaksanakan kewajiban-kewajiban, rencana-rencana dan janji-janji kita. Karena pada saat yang sama setan akan mengganggu kita untuk menunda-nunda dan ingkar ada janji-janji kita. Bersegera atau take action adalah salah satu pembeda mendasar antara orang yang sukses dengan orang yang belum sukses. Ada kata bijak yang mengatakan take action, miracle happen. No action, nothing happen.

Sahabat TDA Bogor Raya, kali ini ijinkanlah saya berbagi sepotong pengalaman kecil dalam panjangnya keseharian saya. Semoga bermanfaat.

 “Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan). ”

Bersegera
Kalimat ini mungkin  pernah Anda baca dalam buku “Change”-nya Rhenald Kasali. Namun, membaca sebuah quote dan mengalami prakteknya adalah dua hal yang sangat berbeda. Maka untuk mengetes keabsahan quote ini, dalam sebuah sesi pelatihan, saya tawarkan sebatang silverqueen chunky bar kepada seluruh peserta. “Siapa yang suka coklat?” “Sayaaaaa…..”, nyaris serentak semua peserta training mengacungkan tangannya. “Baiklah, saya tahu Anda semua menyukai coklat ini, maka bagi siapa yang menginginkannya, silakan maju ke depan!”

Seperti yang saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali ke kursinya.

Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala coklat itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan coklat yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.

Saya ulangi pesan saya, “Silahkan ambil, silahkan ambil.” Ia menatap wajah saya, dan sayapun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat saya, dan Ia pun merampas coklat itu dari tangan saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, “Kembalikan, kembalikan!” Saya mengatakan, “Tidak usah. coklat itu sudah menjadi miliknya.”

Take Action Miracle Happen
Setidaknya, dengan permainan itu seseorang bisa menjadi lebih sehat karena mendapat coklat kualitas terbaik. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah coklat yang saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:

“Saya pikir Bapak cuma main-main ………… ”
“Nanti coklatnya toh diminta lagi.”

“Malu-maluin aja.”
“Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!”

“Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan coklat itu …..”
“Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya. …”

“Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas…..”
“Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang……. ..”

“Saya, kan duduk jauh di belakang…”
dan seterusnya.

Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan) , tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Kita ingin lebih sukses. Kita mau lebih bahagia. Tapi kita hanya termangu saja.

Saudaraku, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau kita mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.  Anda mau bahagia? Lakukanlah sesuatu. Berikut saya mempunyai cerita yang semoga berguna untuk kita semua.

Berbagi itu Membahagiakan
Bismillahirahman nirahiim. Aku berlindung kepada-Mu Ya Allah, dari godaan setan yang terkutuk. Kawan, ijinkan saya menceritakan sebuah kejadian kecil yang mempunyai kesan yang dalam bagi saya sampai sekarang. Saya menceritakan kejadian ini murni untuk sharing, bukan berniat untuk riya’. Makanya saya memulai cerita ini dengan ta’awun. Cerita ini terjadi beberapa waktu yang lalu sepulang memberikan pelatihan untuk teman-teman dari Apindo Depok di bilangan Puncak, Jawa Barat. Saya pulang selepas Ashar, dan seperti biasa di hari Sabtu, kawasan Puncak pasti tersendat, kalau tak boleh dibilang macet.

Sore itu mobil saya bergerak turun seperti siput, bahkan terkadang berhenti sebentar untuk kemudian merayap lagi. Ketika saya melongokkan kepala keluar jendela, saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Pengemis yang berjajar rapi di sepanjang jalan, layaknya para prajurit yang sedang berjaga untuk mengamankan perjalanan sang punggawa.

Hanya bedanya, sorot mata mereka bukanlah sorot mata tajam penuh waspada seorang prajurit, melainkan sorot mata sayu penuh penghibaan. Gaya merekapun bermacam-macam. Ada yang berdiri agak terbungkuk, ada yang bersimpuh dengan tertunduk. Ada juga yang berjongkok, mungkin karena bongkok. Satu hal yang menjadi persamaan mereka adalah, tangan yang menengadah ke atas. Meminta.

Kebetulan beberapa hari sebelum acara ini, saya membaca tulisan dari seorang ustadz asal Surabaya -saya lupa namanya- tentang adab bersedekah. Ustadz tadi mengajarkan bahwa sesuai ajaran Nabi Muhammad saw, janganlah kita menolak kehadiran para pengemis, karena sesungguhnya mereka adalah salah satu dari pintu rejeki kita.

Maka sambutlah kehadiran tiap pengemis dengan suka cita. Dengan muka ceria. Kemudian Ustadz tadi memberikan tips ampuh bersedekah, sehingga pintu rejeki kita benar-benar akan dibuka olehNya. Apabila kita sedang berkendara, dan kita terhenti di lampu merah, atau tersendat seperti yang sedang saya alami waktu itu maka langkah pertama adalah bukalah kaca mobil kita selebar mungkin.

Biarkan mereka mendatangi kita, dan sapalah mereka dengan senyum. Kemudian carilah uang kertas (bukan koin), yang paling bagus kondisinya (tidak harus yang paling besar nominalnya. Kalau Anda ikhlas dengan yang nominal besar dan kondisi bagus, itu akan sangat bagus sekali). Lipat uang kertas tadi menjadi tiga bagian sehingga sekarang uang Anda menjadi tebal dan keras.

Sekarang pegang dan perlakukan uang tadi, seperti Anda sedang memegang kartu nama Anda (bagi yang pernah mengikuti training kepribadian pasti tahu caranya, yaitu memegang dengan menggunakan kedua belah tangan. Satu tangan di setiap sisinya).

 Sodorkan uang tadi dengan takzim, seperti ketika Anda menyodorkan kartu nama kepada rekanan Anda. Jangan lupa, ekspresi wajah Anda juga harus sama seperti ketika menyodorkan sebuah kartu nama kepada klien Anda. Kemudian sempurnakan ritual ini dengan sepatah dua patah kata seperti, :

’Pak/Bu, ini saya ada rejeki lebih, semoga bermanfaat.’

Sebentar, kalau lampu belum hijau, atau kondisi jalan masih tersendat, jangan buru-buru menutup kaca mobil Anda. Anda akan takjub dengan apa yang terjadi kemudian. Biasanya, mereka akan langsung menempelkan uang itu ke dahi mereka, sambil tak habis-habisnya mengucapkan terima kasih. Dan mereka akan mewujudkan terima kasihnya dengan doa yang panjang sekali untuk kesehatan, kesuksesan, rejeki, bahkan keharmonisan keluarga Anda. Tulus. Bahkan kadang sambil berurai air mata.

Saya berpikir, inilah saatnya saya mempraktekkan saran dari Ustadz Surabaya tadi. Saya coba ikuti semua ritual yang dia ajarkan. Dan Subhanallah, saya betul-betul takjub. Saya merasa belum pernah ada orang yang mendoakan saya, di depan saya, seekspresif ini. Uang ditempelkan ke dahinya sambil tersembur ribuan kata terima kasih. Mulutnya tak henti berkomat-kamit memanjatkan doanya untuk saya, sambil berurai air mata.

‘Semoga Bapak tambah sukses. Semoga rejekinya makin lancar. Semoga mendapatkan keluarga sakinah mawahdah warrohmah’,

Sepenggal-sepenggal saya masih berhasil mendengar doanya disela-sela bisingnya suara lalu lintas Puncak sore itu. Padahal uang yang saya berikan hanyalah lembaran limaribuan. Aneh, saya menikmati kondisi seperti ini.

Maka ketika mobil berhasil melaju, meski kemudian tersendat lagi, saya ulangi ritual bersedekah tadi kepada pengemis selanjutnya.

 

 

Dan luar biasanya, tanggapan dari pengemis itupun nyaris sama dengan pengemis sebelumnya. Maka, tambah nikmatlah perasaan ini. Sepanjang perjalanan turun itu, kira-kira sudah ada 5 pengemis yang saya berikan sedekah, ketika tanpa sadar saya memperhatikan kaca spion, dan ketakjuban saya bertambah-tambah ketika saya melihat ada beberapa mobil di belakang saya mencoba melakukan apa yang saya lakukan.

Mungkin mereka tidak persis sama melakukan ritualnya, terutama dalam memilih uang kertas dan melipatnya. Namun saya dapat melihat, mereka juga membuka kaca mobilnya, dan mengulurkan sesuatu menggunakan kedua belah tangannya. Mungkin mereka meniru apa yang bisa mereka lihat dari apa yang saya lakukan.

Subhanallah, hati ini memekik bahagia. Belum selesai saya menikmati ritual doa-doa para dhuafa tadi, saya merasakan kenikmatan lain melihat beberapa orang juga bersedekah. Siapa bilang hanya orang yang menerimalah yang merasakan kebahagiaan? Ternyata dengan memberipun kita bisa merasakan rasa bahagia itu. Benar kata Nabi kita, bahwa tangan di atas itu lebih utama daripada tangan di bawah. Saya, yang awalnya hanya berniat mempraktekkan saran Ustadz Surabaya tadi, dan berpikir ini adalah sebuah kebaikan kecil, ternyata malah berhasil memercikkan api semangat bersedekah dari umat Allah yang lain.

Sambil terus melaju ketika jalan sudah mulai terbuka, saya acungkan jempol saya ke arah para dermawan di belakang saya tadi. Dan rupanya mereka melihatnya, dan membalas salam jempol saya. Tiba-tiba terdengar sirine dari belakang saya, disusul munculnya mobil patrol polisi yang menAndakan arus searah ke Jakarta telah diberlakukan. Kami yang sempat tersendat beberapa waktu tadi langsung berlomba mengikuti mobil patroli tadi untuk cepat-cepat memacu kendaraan menuju ke rumah. Alhamdullillah, ketersendatan waktu itu benar-benar membawa hikmah.

Ternyata benar kata Aa Gym, untuk merubah dunia, tidak perlu kita memaksakan diri melakukan hal yang di luar jangkauan kita. Cukup 3M. Mulai dari yang kecil. Mulai dari diri sendiri, dan Mulai sekarang juga. Wallahualam bishawab.

 -haridewa-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar