“Bersegeralah beramal sebelum datang berbagai fitnah laksana
potongan-potongan malam yang gelap. (Saat itu) di pagi hari seseorang beriman
tapi di sore hari dia menjadi kafir. Di sore hari seseorang beriman, tapi di
pagi harinya ia kafir. Ia menjual agamanya dengan harta dunia.” (HR Muslim dan
Abu Hurairah)
Rasulullah saw telah mengingatkan kita agar segera dan cepat-cepat
melaksanakan kewajiban-kewajiban, rencana-rencana dan janji-janji kita. Karena
pada saat yang sama setan akan mengganggu kita untuk menunda-nunda dan ingkar
ada janji-janji kita. Bersegera atau take action adalah salah satu pembeda
mendasar antara orang yang sukses dengan orang yang belum sukses. Ada kata
bijak yang mengatakan take action, miracle happen. No action, nothing
happen.
Sahabat TDA Bogor Raya, kali ini ijinkanlah saya berbagi sepotong pengalaman kecil dalam panjangnya keseharian saya. Semoga bermanfaat.
“Sebagian besar orang yang
melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan
(perubahan). ”
Bersegera
Kalimat ini mungkin pernah
Anda baca dalam buku “Change”-nya Rhenald Kasali. Namun, membaca sebuah quote
dan mengalami prakteknya adalah dua hal yang sangat berbeda. Maka untuk
mengetes keabsahan quote ini, dalam sebuah sesi pelatihan, saya tawarkan
sebatang silverqueen chunky bar kepada seluruh peserta. “Siapa yang suka
coklat?” “Sayaaaaa…..”, nyaris serentak semua peserta training mengacungkan
tangannya. “Baiklah, saya tahu Anda semua menyukai coklat ini, maka bagi siapa
yang menginginkannya, silakan maju ke depan!”
Seperti yang saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima.
Saya ulangi kalimat saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius.
Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran
kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya
maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke
depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya
bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu
melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali
ke kursinya.
Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan
saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala coklat itu
disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan coklat yang dilakukan dengan
keragu-raguan. Semua audiens tertegun.
Saya ulangi pesan saya, “Silahkan ambil, silahkan ambil.” Ia
menatap wajah saya, dan sayapun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa
melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat saya, dan Ia pun
merampas coklat itu dari tangan saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens
tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, “Kembalikan, kembalikan!”
Saya mengatakan, “Tidak usah. coklat itu sudah menjadi miliknya.”
Take Action Miracle Happen
Setidaknya, dengan permainan itu seseorang bisa menjadi lebih
sehat karena mendapat coklat kualitas terbaik. Saya tanya kepada mereka,
mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah coklat yang saya sodorkan
tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:
“Saya pikir Bapak cuma main-main ………… ”
“Nanti coklatnya toh diminta lagi.”
“Malu-maluin aja.”
“Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!”
“Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan coklat itu
…..”
“Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya. …”
“Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas…..”
“Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang……. ..”
“Saya, kan duduk jauh di belakang…”
dan seterusnya.
Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan
mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity
(kesempatan) , tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak
menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Kita ingin lebih
sukses. Kita mau lebih bahagia. Tapi kita hanya termangu saja.
Saudaraku, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan
sebagainya, saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Kita semua
mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya
kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, jadi omong kosong
perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau kita mau bergerak
bukan hanya dengan omongan saja. Anda
mau bahagia? Lakukanlah sesuatu. Berikut saya mempunyai cerita yang semoga
berguna untuk kita semua.
Berbagi itu Membahagiakan
Bismillahirahman nirahiim. Aku
berlindung kepada-Mu Ya Allah, dari godaan setan yang terkutuk. Kawan, ijinkan
saya menceritakan sebuah kejadian kecil yang mempunyai kesan yang dalam bagi
saya sampai sekarang. Saya menceritakan kejadian ini murni untuk sharing, bukan
berniat untuk riya’. Makanya saya memulai cerita ini dengan ta’awun. Cerita ini
terjadi beberapa waktu yang lalu sepulang memberikan pelatihan untuk
teman-teman dari Apindo Depok di bilangan Puncak, Jawa Barat. Saya pulang
selepas Ashar, dan seperti biasa di hari Sabtu, kawasan Puncak pasti tersendat,
kalau tak boleh dibilang macet.
Sore itu mobil saya bergerak turun seperti siput, bahkan terkadang
berhenti sebentar untuk kemudian merayap lagi. Ketika saya melongokkan kepala
keluar jendela, saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Pengemis yang
berjajar rapi di sepanjang jalan, layaknya para prajurit yang sedang berjaga
untuk mengamankan perjalanan sang punggawa.
Hanya bedanya, sorot mata mereka bukanlah sorot mata tajam penuh
waspada seorang prajurit, melainkan sorot mata sayu penuh penghibaan. Gaya
merekapun bermacam-macam. Ada yang berdiri agak terbungkuk, ada yang bersimpuh
dengan tertunduk. Ada juga yang berjongkok, mungkin karena bongkok. Satu hal
yang menjadi persamaan mereka adalah, tangan yang menengadah ke atas. Meminta.
Kebetulan beberapa hari sebelum acara ini, saya membaca tulisan
dari seorang ustadz asal Surabaya -saya lupa namanya- tentang adab bersedekah.
Ustadz tadi mengajarkan bahwa sesuai ajaran Nabi Muhammad saw, janganlah kita
menolak kehadiran para pengemis, karena sesungguhnya mereka adalah salah satu
dari pintu rejeki kita.
Maka sambutlah kehadiran tiap pengemis dengan suka cita. Dengan
muka ceria. Kemudian Ustadz tadi memberikan tips ampuh bersedekah, sehingga
pintu rejeki kita benar-benar akan dibuka olehNya. Apabila kita sedang
berkendara, dan kita terhenti di lampu merah, atau tersendat seperti yang
sedang saya alami waktu itu maka langkah pertama adalah bukalah kaca mobil kita
selebar mungkin.
Biarkan mereka mendatangi kita, dan sapalah mereka dengan senyum.
Kemudian carilah uang kertas (bukan koin), yang paling bagus kondisinya (tidak
harus yang paling besar nominalnya. Kalau Anda ikhlas dengan yang nominal besar
dan kondisi bagus, itu akan sangat bagus sekali). Lipat uang kertas tadi
menjadi tiga bagian sehingga sekarang uang Anda menjadi tebal dan keras.
Sekarang pegang dan perlakukan uang tadi, seperti Anda sedang
memegang kartu nama Anda (bagi yang pernah mengikuti training kepribadian pasti
tahu caranya, yaitu memegang dengan menggunakan kedua belah tangan. Satu tangan
di setiap sisinya).
Sodorkan uang tadi dengan
takzim, seperti ketika Anda menyodorkan kartu nama kepada rekanan Anda. Jangan
lupa, ekspresi wajah Anda juga harus sama seperti ketika menyodorkan sebuah
kartu nama kepada klien Anda. Kemudian sempurnakan ritual ini dengan sepatah
dua patah kata seperti, :
’Pak/Bu, ini
saya ada rejeki lebih, semoga bermanfaat.’
Sebentar, kalau lampu belum hijau, atau kondisi jalan masih
tersendat, jangan buru-buru menutup kaca mobil Anda. Anda akan takjub dengan apa
yang terjadi kemudian. Biasanya, mereka akan langsung menempelkan uang itu ke
dahi mereka, sambil tak habis-habisnya mengucapkan terima kasih. Dan mereka
akan mewujudkan terima kasihnya dengan doa yang panjang sekali untuk kesehatan,
kesuksesan, rejeki, bahkan keharmonisan keluarga Anda. Tulus. Bahkan kadang
sambil berurai air mata.
Saya berpikir, inilah saatnya saya mempraktekkan saran dari Ustadz
Surabaya tadi. Saya coba ikuti semua ritual yang dia ajarkan. Dan Subhanallah,
saya betul-betul takjub. Saya merasa belum pernah ada orang yang mendoakan
saya, di depan saya, seekspresif ini. Uang ditempelkan ke dahinya sambil
tersembur ribuan kata terima kasih. Mulutnya tak henti berkomat-kamit
memanjatkan doanya untuk saya, sambil berurai air mata.
‘Semoga Bapak
tambah sukses. Semoga rejekinya makin lancar. Semoga mendapatkan keluarga
sakinah mawahdah warrohmah’,
Sepenggal-sepenggal saya masih berhasil mendengar doanya
disela-sela bisingnya suara lalu lintas Puncak sore itu. Padahal uang yang saya
berikan hanyalah lembaran limaribuan. Aneh, saya menikmati kondisi seperti ini.
Maka ketika mobil berhasil melaju, meski kemudian tersendat lagi,
saya ulangi ritual bersedekah tadi kepada pengemis selanjutnya.
Dan luar biasanya, tanggapan dari pengemis itupun nyaris sama
dengan pengemis sebelumnya. Maka, tambah nikmatlah perasaan ini. Sepanjang
perjalanan turun itu, kira-kira sudah ada 5 pengemis yang saya berikan sedekah,
ketika tanpa sadar saya memperhatikan kaca spion, dan ketakjuban saya
bertambah-tambah ketika saya melihat ada beberapa mobil di belakang saya
mencoba melakukan apa yang saya lakukan.
Mungkin mereka tidak persis sama melakukan ritualnya, terutama
dalam memilih uang kertas dan melipatnya. Namun saya dapat melihat, mereka juga
membuka kaca mobilnya, dan mengulurkan sesuatu menggunakan kedua belah
tangannya. Mungkin mereka meniru apa yang bisa mereka lihat dari apa yang saya
lakukan.
Subhanallah, hati ini memekik bahagia. Belum selesai saya
menikmati ritual doa-doa para dhuafa tadi, saya merasakan kenikmatan lain
melihat beberapa orang juga bersedekah. Siapa bilang hanya orang yang
menerimalah yang merasakan kebahagiaan? Ternyata dengan memberipun kita bisa
merasakan rasa bahagia itu. Benar kata Nabi kita, bahwa tangan di atas itu
lebih utama daripada tangan di bawah. Saya, yang awalnya hanya berniat
mempraktekkan saran Ustadz Surabaya tadi, dan berpikir ini adalah sebuah
kebaikan kecil, ternyata malah berhasil memercikkan api semangat bersedekah
dari umat Allah yang lain.
Sambil terus melaju ketika jalan sudah mulai terbuka, saya
acungkan jempol saya ke arah para dermawan di belakang saya tadi. Dan rupanya
mereka melihatnya, dan membalas salam jempol saya. Tiba-tiba terdengar sirine
dari belakang saya, disusul munculnya mobil patrol polisi yang menAndakan arus
searah ke Jakarta telah diberlakukan. Kami yang sempat tersendat beberapa waktu
tadi langsung berlomba mengikuti mobil patroli tadi untuk cepat-cepat memacu
kendaraan menuju ke rumah. Alhamdullillah, ketersendatan waktu itu benar-benar membawa
hikmah.
Ternyata benar kata Aa Gym, untuk merubah dunia, tidak perlu kita
memaksakan diri melakukan hal yang di luar jangkauan kita. Cukup 3M. Mulai dari
yang kecil. Mulai dari diri sendiri, dan Mulai sekarang juga. Wallahualam
bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar