Diantara berbagai macam jenis bisnis, salah satu jenis yang sama sekali tidak saya pelajari adalah bisnis properti. Bisnis properti? hmm… enggak gw banget. Maskulin sekali itu. Itu mah mainan orang kaya. Begitulah pemikiran saya dulu….
Hari ini pemikiran saya berubah total. Heheh.. Terimakasih kepada Bapak Zainul Arifin dari TDA Depok yang sudah memberikan pencerahan. Bertempat di TDA Center Bogor, Pak Zainul membahas tentang dasar-dasar berbisnis properti skala kecil dihadapan teman-teman TDA Bogor (Termasuk saya tentunya ). Sepanjang penjelasan beliau, kami semua kebanyakan hanya manggut-manggut hihi… maklum.. rata-rata awam soal properti.
Menurut Pak Zainul, tahapan dalam usaha properti itu :
- Mencari Lahan/Lokasi
- Mengurus perizinan, Site plan, dll
- Marketing
- Pembangunan
- lupa …..
Bagaimana lahan yang baik untuk perumahan? salah satunya yaitu lahan yang sudah memiliki sertifikat. Dalam bentuk AJB atau Girik tidak disarankan karena terkait manajemen resiko. Jika dalam bentuk AJB, waktu pengurusan sertifikat bisa memakan waktu 6-12 bulan. Apakah proyek kita bisa ditunda selama itu? Terlalu tinggi biayanya. Jika dalam bentuk girik, apalagi hehe. Selain terkait lamanya pembuatan sertifikat, bisa jadi lahan berada dalam status “perselisihan”. Sehingga walau harga tanahnya murah dan berlokasi strategis tidak disarankan untuk dibeli.
Lalu apakah tanah yang sudah memiliki sertifikat itu aman 100%? tidak juga . Biasanya calon pembeli disarankan untuk meminta fotokopi sertifikat kemudian mengecek keabsahan sertifikat tersebut ke BPN dan Dinas terkait. Dicek apakah tanah tersebut bermasalah/tidak dan apakah tanah tersebut bisa diperuntukan sebagai perumahan (ada tanah di wilayah tertentu yang tidak boleh dibangun sebagai daerah resapan air, dll).
Jikalau tanah dengan lokasi, harga, dll yang bagus sudah didapat namun tidak punya uang bagaimana? heheh… klasik . Menurut Pak Zainul, disinilah seninya usaha properti. Saling berbagi. Cara mendapat uangnya bisa dengan mengundang teman-teman sebagai investor. Misal harga tanahnya Rp. 300juta (1500 m2) kita cari 15 orang investor masing-masing Rp. 20 juta dan dijanjikan akan ada keuntungan sekian rupiah.
Setelah terkumpul uangnya apakah langsung dibayarkan? Tentu tidak . Sebelum akad jual beli, sebaiknya di cek dulu status pernikahan si pemilik sertifikat bermasalah atau tidak. Lha kok? hehe kan saat akad jual beli harus ada tanda tangan pasangan. Pernah suatu ketika Pak Zainul siap membeli suatu lahan. Saat akan akad, ternyata terungkap bahwa pasangan yang sering bersama si pemilik sertifikat adalah pasangan siri dan si pemilik belum bercerai secara negara dengan pasangan lamanya. Dan setelah berhasil ditemui ternyata pasangan lamanya alias istri sahnya menolak menandatangani surat jual beli (karena dulu pisahnya pake acara berantem). Gatot deh transaksi jual belinya )
Jikalau ternyata status pernikahan tidak bermasalah, apakah bisa langsung dibayarkan? ya enggak juga . Pasang umbul-umbul disekitar tanah yang akan dibeli sebagai cara untuk mengusir “setan”. “Setan”? iya … “Setan” disini adalah orang-orang yang merasa memiliki keterkaitan dengan lahan entah itu sebagai pengelola atau sebagai pemilik. Saat umbul-umbul dipasang, menandakan tanah tersebut sedang dalam proses pembelian dan tentunya diharapkan dapat mengundang datang orang-orang yang merasa memiliki keterkaitan. Jadi gak cuma nikah aja yang butuh di woro-woro hehehe.. beli tanah juga perlu. Biasanya ujung-ujungnya keterkaitan ini adalah DUIT . Maka, si duit ini menjadi urusan si penjual. Setelah bermusyawarah, potonglah dana setoran ke penjual untuk kemudian dibayarkan ke orang-orang tersebut.
Setelah persoalan dengan si penjual beres, maka langkah selanjutnya adalah membuat site plan. Dalam site plan tertera berapa banyak rumah yang akan dibangun kemudian bagaimana peruntukkan lahan hijaunya dll. Apabila site plan sudah disetujui oleh dinas terkait, maka biasanya uang pembelian tanah diserahkan kepada penjual.
Tahap selanjutnya adalah membuat Gapura depan dan rumah contoh. Gapura depan disarankan untuk dibuat sebaik mungkin karena ini merupakan atraktan utama untuk pembeli. Walau investasinya cukup besar untuk membuat gapura (bisa mencapai sekitar Rp. 200 jutaan) tapi masih bisa tertutupi oleh keuntungan penjualan rumah menurut Pak Zainul. Setelah itu pekerjakanlah petugas marketing yang rapi agar calon pembeli rumah bisa nyaman bertanya. Kemudian ada juga rekanan marketing lepas yang tidak digaji. Biasanya orang yang sudah berpengalaman dan mendapat untung melalui penjualan rumah. Berapa besaran fee-nya? bisa sekitar 1-3% katanya.
Setelah calon pembeli rumah merasa cocok dengan rumah contoh dan sudah memilih posisi tanah yang diinginkan, maka pembeli rumah akan memberikan dp dan kemudian mengurus berbagai keperluan kpr ke Bank. Setelah mendapat persetujuan bank, bank akan memberikan uang dan uang tersebut bisa digunakan untuk pembangunan rumah dan sebagai keuntungan usaha.
Bagaimana sudah terbayang? hehe… oh ya usaha properti ini disarankan untuk dilakukan hanya oleh orang-orang yang sudah memiliki penghasilan diluar usaha properti yang akan dikerjakannya. Karena usaha ini sangat lambat menghasilkan walau saat sudah menghasilkan bisa memberi keuntungan yang besar. Jikalau tidak memiliki penghasilan lain, maka dikhawatirkan dana usaha bisa terpakai dan proyek yang dijalankan menjadi mandeg.
Untuk mengetahui apakah harga tanah yang akan dibeli kemahalan atau tidak, cara menghitung kasarnya itu seperti ini. Misal akan membangun rumah tipe 45 diatas tanah seharga Rp 500 ribu/m2.
45 m2 x 5 x 500.000 = Rp. 112.500.000
45 m2 x 2 x 2.500.000 = Rp. 225.000.000
45 m2 x 2 x 2.500.000 = Rp. 225.000.000
sehingga total Rp. 337.500.000 untuk biaya 1 buah rumah (sudah termasuk biaya perizinan, jalan, untung, dll). Bila perumahan dengan luasan yang sama didekat area yang akan kita bangun berharga lebih dari itu maka harga tanah dipastikan sesuai. Namun apabila jauh lebih rendah maka harga tanah bisa jadi terlalu mahal. Jikalau masih tetap ingin membeli tanah tersebut, penjualan rumah baru bisa dilakukan saat perumahan tetangga sudah habis terjual.
Oh ya bagaimana jika tidak ada uang untuk membeli tanah? berikan dp semampunya dan kemudian coba nego untuk mencicil pembayaran tanah selama 12-18 bulan lamanya dan memberi tawaran bagian kapling rumah untuk penjual tanah. Sehingga usaha ini bisa dilakukan dengan modal yang tidak terlalu banyak.
Bagaimana menghitung keuntungan dari penjualan rumah? tinggal kali 20-30% dari harga penjualan rumah. Amazing ya? Ngilerr dah ah
OOT diluar keuntungannya yang fantastis, saya sebagai seseorang yang ingin lebih care terhadap lingkungan berharap semoga kebutuhan perumahan yang terus meningkat bisa diimbangi dengan kebijakan proteksi lahan terbuka hijau/pertanian yang ketat oleh Pemerintah. Serem rasanya membayangkan lahan-lahan hijau berubah menjadi hutan beton mengatasnamakan kebutuhan hidup. Ada yang bilang “Gak papa kalau kamu mau mengubah lahan hijau menjadi rumah/pabrik. Asalkan tetap mengutamakan lahan terbuka hijau. Toh kalaupun gak kamu bangun, pasti nanti akan dibangun oleh orang lain. Kan kalau sama orang lain belum tentu care sama lingkungan”. hmm….. ini baru skala kecil.. skala besar untuk bisnis properti yang luasnya puluhan hektar bisa saja diizinkan walau didalamnya mencakup protected area. Caranya? main politik.. omg.. hah…
Well hehhe… Just wish and Hope the best for All.. Yuk ah jangan cuma usaha kejar duit doang… kejar berkahnya juga . Demikian sharing saya kali ini.. semoga bermanfaat..
Wassalam.
Nisa Heejou
Wassalam.
Nisa Heejou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar